A.
Perkembangan
IPS di Indonesia secara umum
Social Studies
sejak kelahirannya terdapat dalam buku karya saxe (1991) berjudul Social
Studies in School: A History of The early Years. Menurut saxe, pengertian PIPS
yang dalam istilah asing lebih dikenal dengan istilah Social Studies, pada tahap awal kelahiran terdapat dalam the
National Herbart Society papaers of 1896-1897, yang menegaskan bahwa Social
Studies sebagai delimiting the social sciences for pedagogical use (upaya
membatasi ilmu-ilmu sosial untuk penggunaan secara pedagogik). Selanjutnya
pengertian ini menjadi dasar dalam dokumen ‘’Statement
of the Chairman of Committe on Social Studies’’ yang dikeluarkan oleh Committe on Social Studies (CSS) tahun
1913. Dalam dokumen dinyatakan bahwa Social Studies sebagai a Specific field to
utilization of social sciences data as a force in the improvement of human
welfare(bidang khusus dalam pemanfaatan data ilmu-ilmu sosial sebagai tenaga
dalam memperbaiki kesejahteraan umat manusia).
Pada
tahun 1921, berdirilah “Ntional Council for the Social Studies” (NCSS), sebuah organisasi
profesional yang secara khusus membina dan mengembangkan Social Studies pada
tingkat pendidikan dasar dan menengah serta keterkaitannya dengan disiplin
ilmu-ilmu sosial dan disiplin ilmu
pendidikan. Pada waktu berdirinya, NCSS hanya mengklaim sebagai organisasi yang
akan “memaksimalkan hasil-hasil pendidikan bagi tujuan-tujuan kewarganegaraan”
yang sudah dicapai oleh CSS sebelumnya. Baru setelah 14 tahun kemudian NCSS
mengeluarkan karya pertama tahun 1935, lahirlah kesepakatan yang dikeluarkan NCSS
dengan menegaskan bahwa “Social Sciencies as the core of the Curiculum”.pada
tahun 1993, NCSS merumuskan social stuidies sebagai berikut.
Sosial studies is the
integrated study of the social sciencies and humanities to promote civic
competence. Within the school program, social studies provides coordinated,
systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, archaeology,
economic, geography, history, law, philosophy, political science, psychology,
religion,and social ogy, as well as appropriate content from the humanities, mathematics,
and natural sciences. The primary purpose of social studies is to help young
people develop the ability to make informed and reasoned desicion for the
public good as citizens of culturally diverse, democratic society in
aninterdependent world.
Dari
sejumlah definisi yang dirtawarkan dan berkembang hingga saat ini, maka
definisi yang dikeluarkan oleh NCSS TAHUN 1993 lah yang paling lengkap dan
menjadi rujukan dalam berbagai aktivitas pendidikan.
IPS
menurut Edger Bruce Wesley (Barr, Barth, dan Shermis, 1977 :12)
“The
social studies are the the sciences simplified for pedagogical purposes”
Kelahiran
bidang stuidi IPS dalam kurikulum sekolah di Indonesia banyak di ilhami oleh
pengajaran socialstudies di Amerika
Serikat. Bahkan istilah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah terjemahan apa
yang dinamakan socialstudies dalam
dunia pendidikan dasar dan menengah di Amerika Serikat (N.Daljuni 1981).
Pengajaran IPS di indonesia pertama kali di perkenalkan oleh pakar IPS di
indonesia oleh Ibu Prof Dr. Soepartina pakasi pada SD PPSP IKIP Malang.
Pada
tahun 1971 IPS di masukkan dalam buku induk Depdikbud. Pada tahun 1972 sudah
ramai diperbincangkan dalam rencana pembaharuan kurikulum sekolah di Indonesia.
Pada tahun 1975 nama bidang studi IPS tercantum dalam Kurikulum pada tahun
1974. Pada tahun 1975 nama bidang studi IPS sudah tercantum dalam kurikulum SD,
SMP, SMU. Pelaksanaan dimulai bertahap di mulai dari tahun 1976 dan bersamaan
dengan lahirnya kurikulum tahun 1975.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini,
dimana dunia pengajaran sekolah pada umumnya selalutertinggal, maka IPS
diperlukan sebagai wadah pengetahuan yang mengharmonisasikan laju perkembangan ilmu dan kehidupan dalam dunia pengajaran sekolah.Sebab
IPS mampu melakukan lompatan-lompatan ilmu secara konsepsional untuk kepentingan praktis kehidupan baru
yang sesuai dengan keadaan dan zaman.Maka melihat jenis dan susunan konsep/topi cdalam
IPS sungguh sangat banyak bervariasi dari berbagai ilmu social serta dari tuntutan-tuntutan persoalan kehidupan praktis.
B.
Perkembangan IPS di Indonesia secara khusus
Perkembangan social studies di dunia khususnya di
Amerika Serikat telah banyak mempengaruhi pemikiran Pendidikan IPS (PIPS) di
Indonesia.Namun, untuk menelusuri perkembngan pemikiran PIPS di
Indonesia secara historis di rasakan sulit. Hal ini di akui oleh Winataputra (2001) karena dua alasan:
di Indonesia belum ada lembaga professional bidang PIPS setua dan sekuat
NCSS atau SSEC.Lembaga serupa
di Indonesia, yakni HISPIPSI ( Himpunan Sarjana Pendidikan IPS Indonesia yang
sekarang berubah nama menjadi HISPISI= Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu Sosial
Indonesia) usianya masih muda dan belum optimal; kedua, perkembangan Kurikulum dan pembelajaran
IPS sebagai ontologi ilmu pendidikan (disiplin) IPS
sampai saat ini sangat tergantung pada pemikiran individual dan atau kelompok pakar yang
ditugasi secara incidental untuk mengembangkan perangkat kurikulum IPS melalui Pusat Perkembngan Kurikulum dan Sarana Pendidikan Balitbang Dikbud
(Puskur). Selain itu, HISPISI
belum dapat menebus atau mempengaruhi kebijakan pemerintah dalam mengembangkan kurikulum sebagaimana
yang telah di lakukan oleh NCSS dan SSEC di AmerikaSerikat. Keberadaan PIPS dalam sistem pendidikan di Indonesia tidak dapat di
pisahkan dari system kurikulum yang pernah berlaku di Indonesia.Perkembangan IPS di Indonesia
di latarbelakangi beberapa hal berikut:
1. Pengalaman hidup masa lampau dengan situasi sosial
yang labil memerlukan
masa depan yang lebih mantap dan utuh sebagai suatu bangsa yang
bulat.
2. Laju perkembangan pendidikan,
teknologi dan budaya Indonesia memerlukan kebijakan pendidikan pengajaran yang
seirama dengan laju perkembangan tersebut.
3. Agar output
pendidikan persekolahan benar-benar lebih relevan dengan tuntutan masyarakat yang
akan menjadi bagiannya dan materi yang di muat dalam kurikulum bisa bermanfaat bagi peseta
didik.
IPS (lmu Pengetahuan Sosial), pertama kali muncul dalam seminar
Nasional
tentang Civic
Educatiaon tahun 1972 di Tawangmangu Solo Jawa Tengah.Dalam laporan seminar
tersebut, muncul 3 istilah dan digunakan secara bertukar pakai, yaitu:
1. Pengetahuan Sosial
2. Studi Sosia ldan
3. Ilmu Pengetahuan Sosial
Konsep IPS untuk
pertama kalinya masuk ke dalam dunia persekolahan terjadi pada tahun 1972-1973,
yakni dalam kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) IKIP Bandung.
Dalam kurikulum SD 8 tahun PPSP di gunakan istilah ’’Pendidikan Kewarganegaraan
Negara / Studi Sosial ‘’ sebagai mata pelajaran sosia terpadu. Sedangkan dalam
kurikulum sekolah menengah 4 tahun, di gunakan istilah :
1. Studi
Sosial sebagai mata pelajaran inti untuk semua siswa dan sebagai bendera untuk
mata pelajaran geografi, sejarah dan ekonomi sebagai mata pelajaran mayor pada
jurusan IPS.
2. Pendidikan
kewargaan negara sebagai mata pelajaran inti bagi semua jurusan.
3. Civics
dan hukum sebagaimata pelajaran mayor pada jurusan IPS.
Pada
tahap kurikulum PPSP konsep pendidikan IPS di wujudkan dalam 3 bentuk, yakni:
a.
Pendidikan IPS, terintegrasi dengan nama
Pendidikan Kewargaan Negara / Studi Sosial Pendidikan IPS terpisah, dimana
istilah IPS hanya di gunakan sebagai konsep payung untuk mata pelajaran
geografi, sejarah dan ekonomi.
b. Pendidikan
kewargaan negara sebagai suatu bentuk pendidikan IPS khusus.
Konsep
pendidikan ips tersebut lalu memberi inspirasi terhadap kurikulum 1975, yang
menampilkan emapat profil yaitu:
1. Pendidikan
Moral Pancasila menggantikan kewargaan negara sebagai bentuk pendidikan IPS.
2. Pendidikan
IPS terpadu untuk Sekolah Dasar.
3. Pendidikan
IPS terkonfederasi untuk SNIPyang menempatkan IPS sebagai konsep payung untuk
geografi, sejarah dan ekonomi koperasi.
4. Pendidikan
IPS terpisah-pisah yang mencakup mata pelajaran geografi, dan ekonomi untuk SMA
atau sejarah dan geografi untuk SPG.
Konsep
pendidikan IPS seperti itu tetap di pertahankandalam kurikulum1975 khususnya
dalam aktualisasi materi, seperti masuknya Pedoman Pengahyatan dan Pengamalan Pancasila
(p4) sebagai materi pokok PMP.
Dalam kurikulum 1984, PPKn
merupakan pelajaran khusus sehingga mata pelajaran IPS di wujudkan dalam:
1. Pendidikan
IPS terpadu di SD kelas I-VI.
2. Pendidikan
IPS terkonfederasi di SLTP yang mencakup geografi, sejarah dn ekonomi koperasi.
3. Pendidikan
IPS terpisah di SMU yang meliputi sejarah nasional dan sejarah umum di kelas
I-II; ekonoi dan geografi di kelas I-II; sejarah budaya di kelas III program
IPS.
Dimensi
konseptual mengenai pedidikan IPS telah berulang kali di bahas dalam rangkaian
pendidikan IPS telah di bahas dalam ragkaian pertemuan ilmiah, yakni pertemuan
HISPISI pertama di bandung tahun 1989. Forum komunikasi Pimpinan HIPS di
yogyakarta tahun 1991, di Padang tahun 1992, di Ujung Pandang tahun 1993,
konvensi pendidikan kedua di Medan tahun 1992.salah satu materi yang selalu
menjadi agenda pembahasan ialah mengenai konsep PIPS. Dalam pertemuan Ujung Pandang,
M. Numan Soemantri , pakar dan ketua HISPISI menegaskan adanya dua versi PIPS
yang di rumuskan dalam pertemuan di yogyakarta, yaitu ;
a. Versi
PIPS untuk pendidikan dasar dan menengah, PIPS adalah penyederhanaan, adaptasi
dari disiplin ilmu- ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia
yang diorganisir dan disajikan secara ilmiah dan pedagosis/spikologis untuk
tujuan pendidikan.
b. Versi
PIPS untuk jurusan pendidikan IPS-ikip, PIPS adta kegiatan dasar adalah seleksi
dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang
diorganisir dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan.
PIPS
untuk tingkat perguruan tinggi pendidikan guru IPS di rekonseptualisasikan sebagai pendidikan disiplin
ilmu, sehingga menjadi Pendidikan Disiplin Ilmu Pengetahuan Sosial (PDIPS).
Bertitik
tolak dari pemikiran mengenai kedudukan konseptual di identifikasi sekolah
objek telaah dari sistem pendidikan IPS, yaitu:
1. Karakteristik
potensi dan perilaku belajar siswa SD,SLTP dan SMU.
2. Karakteristik
potensi dan perilaku belajar mahasiswa FPIUPS-IKIP atau JPIPS- STKIP/ FKIP.
3. Kurikulum
dan bahan ajar IPS SD, SLTP dan SMU.
4. Disiplin
ilmu-ilmu sosial.humaniora dan disiplin lain yang relevan.
5. Teori,
prinsip, strategi dan media dan evaluasi pembelajaran IPS.
6. Masalah-masalah
sosial dan masalah ilmu dan teknologi yang berdampak sosial.
7. Norma
agama yang melandasi dan memperkuat pofesional isme.
Pendidikan
IPS dalam Permendiknas, memasuki Abad 21 yang ditandai oleh perubahan mendasar
dalam segala aspek kehidupamn khususnya perubahan dalam bidang politik, hukum,
dan kondisi ekonomi telah menimbulkan perubahan yang sangat signifikan dalam
sistem pendidikan di Indonesia.
Pasal
UU Sisdiknas di kemukakan bahwa mata pelajaran IPS merupakn muatan wajib yang
harus ada dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Lebih lanjut di
kemukakan pada bagian penjelasan UU Sisdiknas pasal 37 bahwa bahan kajian ilmu
pengetahuan sosial , antara lain ilmu bumi, sejarah, ekonomi, kesehatan dan
sebagainya di maksudkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan
kemampuan analisis peserta didik terhadap kondisi sosial masyarakat.
Dengan adanya kekuatan undang-undang yang
mewajibkan IPS sebagai mata pelajaran dalam sistem pendidikan di Indonesia
telah menjadikan kedudukan IPS semakin jelas dan kokoh. Hal ini sekaligus
menjawab berbagai keraguanb dan kekhawatiran yang pernah di alami oleh para
akademisi dan praktisi IPS di berbagai lembaga pendidikan pada saat sebelum di
lahirkan undang-undang.
Pada
Tahun 2003 disahkan Undang-Undang Nomer 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Undang-undang tersebut telah menimbulkan dampak yang cukup signifikan
terhadap perubahan sistem kurikulum di Indonesia. Salah satu implikasi dari
ketentuan undang-undang tersebut adalah lahirnya Peraturan Pemerintah (PP)
Nomer 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Pada saat itu,
yakni sebelum lahirnya UU Nomer 20 tahun 2003 muncul sejumlah gagasan yang di
lontarkan tentang perlunya perubahan tersebut adalah mata pelajaran IPS dan
PPKn terutama di jenjang SD dan SMP.
Nama
yang ditawarkan antara lain mata pelajaran Pengetahuan Sosial (PS)yang isis di
dalamnya memuat materi pendidikan kewarganegaraan dan masalah-masalah sosial ke
masyarakatan, sementara mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn)
dihilangkan. Dalam gagasan lain, memunculkan nama Pendidikan Kewarganegaraan
dan Pengetahuan Sosial (PKPS) yang mengandung muatan sama dengan Pengetahuan
Sosial di atas. Pada jenjang SMP dan SMA nama mata pelajaran PPKn diubah
menjadi mata elajaran kewarganegaraan.
Namun,
setelah disahkannya UU No. 20/2003 yang diikuti oleh adanya Peraturan
Pemerintah Nomer 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan ( SNP) yang
mengamanatkan perlu adanya KurikulumTtingkat Satuan Pendidkan (KTSP) maka
pengembangan kurikulumm mata pelajaran sekolah umumnya dan khususnya untuk mata
pelajaran IPS mengacu pada peraturan menteriNasional (Permendiknas) Nomer 22
tentang Standar Isi dan Nomer 23 pendidikan tentang Standar Kompetensi Lulusan
(SKL) dengan panduan KTSP yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar