KOMUNIKASI
LINTAS BUDAYA SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL SUKU USING
KABUPATEN BANYUWANGI
Oleh: Dina Rahma Ardhiana dan Rosi Nur
Azizah
Universitas Negeri Malang
Jalan
Semarang 5 Malang-Jawa Timur
Abstrak: Suku Using memiliki kepribadian yang
berbeda dengan suku lain. Suku Using memanfaatkan berbagai pengaruh dari luar
untuk memajukan daerah tempat tinggalnya. Label kolot yang selalu diberikan
pada ras atau etnik tertentu mampu ditangkis oleh Suku Using. Komunikasi lintas
budaya yang terjadi akibat letak geografis yang strategis merupakan faktor
utama pendorong kekolotan Suku Using memudar. Akan tetapi, dengan masuknya
pengaruh luar tidak membuat adat dan istiadat serta tradisi masyarakat Using menghilang.
Kata
kunci: Suku Using, budaya,
tradisi, kebiasaan, dan komunikasi lintas budaya
Indonesia
merupakan negara kaya dengan peradaban kebudayaan yang cukup besar. Corak
kebudayaan memberikan warna tersendiri bagi kehidupan Indonesia. Kearifan lokal
yang disuguhkan setiap daerah selalu menarik perhatian masyarakat luar negeri
utamanya yang berkunjung secara langsung ke nusantara. Faktor-faktor yang memengaruhi
variasi budaya salah satunya adalah komunikasi. Komunikasi lintas budaya banyak
memberikan
warna bagi perkembangan budaya nusantara. Akan tetapi, tidak semua komunikasi memberikan
pengaruh baik bagi suku atau etnik yang menjadi target.
Komunikasi merupakan media pertukaran
informasi oleh seseorang melalui proses adaptasi dari dan ke dalam sebuah
sistem kehidupan manusia serta lingkungan yang dilakukan melalui simbol-simbol
verbal maupun nonverbal yang dipahami bersama, seperti yang telah disebutkan
Liliweri dalam skripsi Yiska (2015:45). Simbol verbal merujuk pada pesan-pesan
yang dikirim dan diterima dalam bentuk kata-kata baik lisan maupun tulisan,
sedangkan komunikasi nonverbal berupa tindakan dan atribusi (lebih dari
kata-kata) yang dilakukan seseorang kepada orang lain dalam bentuk ekspresi
wajah, nada suara, gerak-gerak tubuh hingga gerakan ekspresif.
Suku Using dalam peradabannya tidak
lepas dari pengaruh komunikasi lintas budaya. Hal tersebut disebabkan oleh mobilitas manusia yang
semakin pesat. Masyarakat luar daerah
banyak yang datang ke wilayah Suku Using,
sehingga secara tidak
langsung komunikasi mulai berjalan. Letak geografis
kediaman Suku Using memberikan pengaruh cukup besar. Suku Using terletak berdekatan
dengan Pulau Bali yang kaya dengan unsur
kebudayaan. Bali merupakan
propinsi dengan tempat wisata yang
banyak dikunjungi oleh wisatawan.
Kedekatan
posisi kediaman Suku Using dan Propinsi Bali mengakibatkan komunikasi lintas
budaya banyak terjadi. Suku Using merupakan suku yang unik,
sebab masyarakat didalamnya mampu menyatukan keanekaragaman budaya dan mengomunikasikan
intisarinya kepada masyarakat luar. Fenomena-fenomena tersebut membangun
karakteristik Suku Using dari dalam yang dinamakan dengan jati diri.

(Sumber : Google Maps)
SINERGI
PERPADUAN BUDAYA MENJADI TOMBAK KEMAJUAN DAN KEUNIKAN SUKU USING
Suku Using
memiliki kharisma khusus yang membedakannya dengan suku lain. Kharisma tersebut
memancar dalam kepribadian adat dan istiadat yang ada. Budaya masyarakat Using berasal
dari perpaduan aspek budaya yang beraneka ragam, misalnya kebudayaan dari Jawa, Madura, Bali, dan
Tionghoa. Budaya-budaya yang
datang dan memengaruhi dari luar memberikan sinergi tersendiri bagi
kelangsungan kebudayaan masyarakat Banyuwangi tersebut.
Variasi dari
budaya asing yang masuk ke dalam wilayah Using disebarkan melalui komunikasi.
Komunikasi tersebut telah melintasi perbatasan abstrak dari ruang lingkup
kebudayaan daerah sendiri. Makna dari komunikasi tersebut adalah tindakan secara
verbal yang dilakukan antara masyarakat Suku Using dan luar daerah, dimana
keduanya melakukan pengiriman dan penerimaan pesan-pesan dalam konteks
perbedaan kebudayaan yang menghasilkan efek-efek berbeda. Orang dari luar kediaman
Suku Using dapat dipastikan memiliki latar belakang budaya, ras, etnik, sosial,
dan ekonomi yang berbeda dari Suku Using.
Schramm dalam
Liliweri (2001:171), mengemukakan 4 hal penting dalam komunikasi sebagai
berikut.
Syarat-syarat yang
harus dipenuhi agar komunikasi berjalan dengan efektif yaitu (1) menghormati
anggota budaya lain sebagai manusia, (2) menghormati budaya lain sebagaimana
apa adanya dan bukan sebagaimana yang dikehendakinya, (3) menghormati hak
anggota budaya yang lain untuk bertindak berbeda dari cara bertindak, dan (4) komunikator
lintas budaya yang kompeten harus belajar menyenangi hidup bersama orang yang
budaya yang lain.
Dilihat
dari fenomena-fenomena yang muncul dapat ditarik sebuah perspektif jika
komunikasi antara Masyarakat Using dengan masyarakat luar daerah terjalin
dengan baik dan memenuhi keempat kriteria seperti yang disebutkan Schramm.
Komunikasi dan
budaya mempunyai hubungan timbal balik. Budaya merupakan bagian dari perilaku
komunikasi, kemudian komunikasi menentukan, memelihara, dan mengembangkan atau
mewariskan budaya. Komunikasi memiliki peran
penting dalam menyosialisasikan norma-norma yang berasal dari budaya masyarakat.
Menurut Smith dalam artikel Andriani (2002) yang berjudul Komunikasi Lintas Budaya, hubungan
antara kebudayaan dan komunikasi melekat satu sama lain sebab kebudayaan
merupakan kode atau kumpulan peraturan yang dipelajari dan dimiliki bersama. Tidak
hanya berhenti sampai kode, komunikasi juga memerlukan lambang-lambang yang merupakan
produk kebudayaan.
Budaya luar yang
masuk dalam wilayah strategis Using adalah budaya Jawa, Madura, Arab, Cina, Melayu, dan Bali. Budaya
luar yang masuk diterima dengan tangan terbuka oleh masyarakat Using. Sifat
keterbukaan tersebut memberi efek sinergi positif bagi kemajuan peradaban Suku Using,
sehingga label kolot dan primitif dapat ditangkis. Keunikan dari Suku Using ini
dapat diamati dari kebudayaan aslinya yang tetap bertahan dan tidak luntur.
Budaya asing dimanfaatkan untuk memajukan kawasan Using agar tidak tertinggal
oleh kemajuan zaman.
PERAN
KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA SEBAGAI FAKTOR
PENDORONG ASIMILASI BAHASA
USING
Dalam proses komunikasi, pertukaran informasi terjadi melalui bahasa. Bahasa yang dibawa
oleh budaya satu dengan budaya lain berbeda. Dalam berkomunikasi, manusia
menggunakan bahasa yang dikuasainya.
Bahasa yang dikuasai setiap individu memiliki perbedaan signifikan. Perbedaan
tersebut dapat berasal dari daerah masing-masing individu. Dengan demikian,
komunikasi antarindividu merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya komunikasi lintas budaya.
Komunikasi lintas budaya merupakan
fenomena unik yang terjadi di wilayah Suku Using.
Bahasa
Using merupakan turunan Bahasa Jawa Kuno. Akan tetapi, Bahasa Jawa dan Using tidak
dapat disamakan sebab keduanya memiliki perbedaan yang cukup berarti, meskipun
kedua bahasa tersebut dapat dikatakan secara kontekstual hampir mirip. Bahasa Using
memiliki logat khas dimana tidak terdapat pelafalan yang dikenal dengan istilah
medok seperti pada logat Jawa. Bahasa Using menggunakan
penekanan pada beberapa huruf. Kedua
bahasa tersebut dapat diibaratkan seperti anak dari satu induk beda jantan.
Asimilasi Bahasa
Using dengan Bahasa Jawa dan Madura telah terjadi. Pencampuran tersebut
membuat Bahasa Using memiliki dua ragam
bahasa. Menurut
Irwan Abdullah, dkk (1999) dalam Zain dan Najwa (2015) “pencampuran berbagai bahasa
mengakibatkan Bahasa
Using memiliki 2 ragam yakni ragam biasa atau Bahasa Using dan ragam halus
atau Bahasa Jawa-Using”. Dalam kehidupan masyarakat
sehari-hari, Bahasa Jawa-Using lebih akrab disebut sebagai besiki.
Dalam
setiap perkembangan kebudayaan, komunikasi lintas budaya yang terjadi semakin meningkat dan menyebabkan Bahasa Using menyusut
dan jarang
digunakan oleh sebagian Etnik Using. Abdullah (1999) dalam
Rochmat dan Najwa (2015) mengemukakan hal perihal penting
mengenai bahasa sebagai berikut.
Terjadinya dimensi perubahan diakibatkan masuknya
bahasa Jawa dan Madura dari masyarakat pendatang. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya keanekaragaman bahasa dalam
masyarakat Banyuwangi, dan muncul masalah keanekabhasaan dan masalah sosiolinguistik lainnya,
dimana proses persentuhan bahasa ibu dan bahasa pendamping menimbulkan
ketumpangtindihan (overlapping), alih
kode dan campur kode.
Akan tetapi, Bahasa Using masih cukup digunakan oleh
warga di
daerah kecamatan yang terletak di sebelah timur Banyuwangi. Hal tersebut membuktikan jika komunikasi lintas budaya
dari luar dapat memengaruhi Bahasa Using.
AKULTURASI
KEBUDAYAAN USING SEBAGAI AKIBAT DARI KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA
Komunikasi lintas
budaya pada masyarakat Using merupakan interaksi antara anggota dari budaya
sendiri kepada anggota lain dari budaya lain. Proses komunikasi lintas budaya
pada masyarakat Using berhasil dimulai dengan goodwill pada pihak-pihak yang diajak untuk berinteraksi. Saat
manusia memasuki lingkungan baru dapat dipastikan terjadi interaksi dan proses
pengenalan budaya yang ada di lingkungan baru tersebut.
Banyuwangi
merupakan sebuah daerah strategis yang memungkinkan budaya lain untuk masuk dan
berinteraksi. Keragaman budaya
yang singgah di daerah Banyuwangi diduga
menjadi dasar pembentukan suku. Suku tersebut
adalah Suku Using. Ditinjau dari
peristiwa-peristiwa yang terjadi dapat dilihat bahwa kebudayaan Suku Using merupakan hasil akulturasi berbagai
budaya, sehingga membuat
budaya Using memiliki keunikan tersendiri. Tradisi Using dapat dikatakan hampir mirip
dengan tradisi orang Jawa, Madura,
Arab, Cina, Melayu, Bali, atau gabungan keseluruhannya.
Interaksi yang terjadi disebabkan oleh sifat masyarakat Using yang mulai
terbuka dengan perkembangan zaman. Keadaan tersebut menyebabkan komunikasi
lintas budaya terjadi.
Tradisi Suku Using
yang merupakan hasil akulturasi diantaranya Tari Gandrung, Kesenian Barong,
Kesenian Kuntulan, dan Kesenian Janger. Tarian Gandrung Using merupakan seni
pertunjukan hasil akulturasi Budaya Jawa dan Bali. Kesenian Barong Using merupakan
hasil akulturasi dengan Budaya Bali. Barong Using dan Barong Bali memiliki
perbedaan yang terletak pada ukuran Barong. Barong Bali lebih besar dan tidak
bersayap, sedangkan pada Using sebaliknya. Keberadaan Barong pada dua wilayah
dan bentuk yang berbeda disebabkan oleh kedekatan dan kultur yang saling memengaruhi
dalam sejarah hubungan daerah Bali dan Banyuwangi. Kesenian Kuntulan Using merupakan
kesenian hasil akulturasi budaya Banyuwangi dengan Budaya Islam dan Kesenian
Janger Using merupakan akulturasi dengan Kebudayaan Jawa. Kesenian Janger mirip dengan legendarian yang terdapat
di Jogjakarta. Ruang lingkup ceritanya diambil dari Serat Damarwulan yang
ditulis pujangga di Kerajaan Mataram atau Kesenian Praburoro yang mengambil
cerita Hikayat Amir Hamzah. Tidak berhenti sampai Kesenian Janger, masih banyak
kebudayaan lain dari Using yang merupakan hasil akulturasi dari berbagai kebudayaan.
PENERAPAN KEBIASAAN SUKU USING DALAM KEHIDUPAN
SEHARI-HARI
Di luar kebudayaan yang
lebih bersifat sakral, banyak dijumpai kebiasaan Masyarakat Using dalam
kehidupan sehari-hari. Kebiasaan-kebiasan tersebut diterapkan dalam ruang
lingkup yang luas terutama bagi masyarakat yang tinggal di Pulau Jawa.
Kebiasaan mepe kasur yang dimiliki
Masyarakat Using menciptakan kerukunan pada warga di lingkungan sekitar.
Kebiasaan tersebut memiliki tujuan untuk memupuk rasa gotong royong. Mepe kasur dilaksanakan secara serentak
pada bulan Dzulhijjah dan bertepatan dengan acara syukuran. Kebiasaan mepe kasur acapkali ditemui dilakukan
oleh masyarakat nonetnik dalam kesehariannya, meskipun tidak dilaksanakan pada
Bulan Dzulhijjah.
Pada acara-acara
tertentu, masyarakat pada umumnya memiliki kebiasaan makan-makan dalam rangka
mengucapkan rasa terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa. Masyarakat sering
menyebutnya dengan syukuran. Pada Masyarakat Using syukuran sering dikenal
dengan istilah tumpeng sewu, sebab dalam perayaannya menggunakan nasi tumpeng
seperti masyarakat pada umumnya. Kebiasaan melaksanakan acara tumpengan
tersebut masih dilaksanakan oleh Masyarakat Using hingga sekarang. Tujuan dari
tumpeng sewu adalah untuk mencegah bencana (tolak bala’).
Mepe kasur dan tumpeng
sewu menunjukkan contoh dua kebiasaan Using yang secara langsung banyak
diterapkan di daerah lain di nusantara. Salah satu faktor pendorong fenomena
tersebut adalah komunikasi lintas budaya yang sampai pada masyarakat secara
menyebar dari mulut ke mulut. Penyebaran kebiasaan-kebiasaan Using terus
berlangsung hingga tidak ada batas ruang dan dimensi, begitu pula sebaliknya kebiasaan
masyarakat dari luar wilayah Using juga masuk dan diterima dengan tangan
terbuka oleh Masyarakat Using. Komunikasi lintas budaya tersebut menjadi medium
penambah kekayaan bagi kebudayaan di Indonesia.
SIMPULAN DAN
SARAN
Masyarakat Using
memiliki keunikan dalam peradabannya. Keunikan tersebut diakibatkan oleh sikap
masyarakat yang terbuka dengan kedatangan budaya dari luar. Budaya yang masuk
menjadi tombak untuk kemajuan wilayah Using. Oleh sebab itu, Masyarakat Using
tidak dapat disebut sebagai masyarakat primitif. Masyarakat Using tetap hidup
dengan berinteraksi secara langsung dengan alam tanpa meninggalkan kemajuan
zaman.
DAFTAR
RUJUKAN
Andriani.2002.Komunikasi Lintas Budaya, (Online), (listpdf.com/ju/jurnal-penelitian-komunikasi-lintas-budaya-pdf.htm), diakses 1 Mei 2016.
Liliweri.2001.
Gatra-gatra Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Rochmat, Zain Arifin dan Najwa
Ilham Kelana. 2015. Suku Osing
(Banyuwangi). (Online),(http://sipadu.isiska.ac.id/mhsw/laporan/laporan_4273151026205952.pdf),
diakses 1 Mei, 2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar